Bidayuh adalah istilah kolektif untuk mengelompokkan beberapa sub
suku Dayak Darat di Sarawak. Pada zaman kolonial, kelompok ini lebih
dikenal dengan nama “Land Dayak” atau “Dayak Darat”. Istilah ini
digunakan untuk membedakan mereka dari orang Iban yang biasa disebut
“Sea Dayak” atau “Dayak Laut”. Istilah Land Dayak semata-mata didasarkan
atas lokasi pemukiman mereka yang sebagian besar berada di daerah
pedalaman, hulu-hulu sungai, dan dataran tinggi. mm
Dayak Bidayuh adalah masyarakat yang mendiami kawasan barat daya Sarawak, terutamanya Bahagian Serian, Kuching dan di barat Kalimantan. Mereka terdiri daripada empat sub suku yaitu:
Rumah panjang masyarakat Bidayuh terbahagi kepada 3 bahagian yaitu kamar atau bilik utama, awah dan tanju. kamar utama dapat kita samakan dengan ruang utama kediaman pada masa sekarang. Di dalam kamar ini masyarakat Bidayuh umumnya meletakkan barang-barang peribadi milik keluarga dan keturunan mereka seperti gong, tempayan, tembikar dan sebagainya. Ruang ini juga berfungsi sebagai tempat tidur di kala malam hari. Awah pula adalah bahagian pelantar di luar rumah panjang masyarakat Bidayuh dan lazimnya ia bertutup dan beratap. Ia dapatlah disamakan dengan berandah rumah pada masa ini. Di "awah" masyarakat Bidayuh menjalankan kegiatan keseharian mereka seperti menganyam, berbual, membuat peralatan bertani dan sebagainya. Ruangan Awah juga akan digunakan untuk sebarang upacara keagamaan seperti perkahwinan, pantang larang dan pesta-pesta tertentu seperti pesta gawai dan sebagainya. "tanju" pula adalah bahagian terluar di dalam rumah panjang masyarakat Bidayuh. Bahagian tanju agak terdedah dan lazimnya ia tidak bertutup mahupun beratap. Tanju lazimnya digunakan untuk menjemur hasil tuaian masyarakat Bidayuh seperti padi, lada, jagung dan sebagainya.
Dayak Bidayuh adalah masyarakat yang mendiami kawasan barat daya Sarawak, terutamanya Bahagian Serian, Kuching dan di barat Kalimantan. Mereka terdiri daripada empat sub suku yaitu:
- Selakau/Lara (Daerah Lundu)
- Jagoi/Singai (Daerah Bau)
- Biatah (Daerah Kecil Padawan)
- Bukar/Sadong (Daerah Serian)
- Kuching Tengah / Bidayuh Baru / Bidayuh Moden (Kawasan Tengah Antara Padawan Dengan Bau)
Rumah panjang masyarakat Bidayuh terbahagi kepada 3 bahagian yaitu kamar atau bilik utama, awah dan tanju. kamar utama dapat kita samakan dengan ruang utama kediaman pada masa sekarang. Di dalam kamar ini masyarakat Bidayuh umumnya meletakkan barang-barang peribadi milik keluarga dan keturunan mereka seperti gong, tempayan, tembikar dan sebagainya. Ruang ini juga berfungsi sebagai tempat tidur di kala malam hari. Awah pula adalah bahagian pelantar di luar rumah panjang masyarakat Bidayuh dan lazimnya ia bertutup dan beratap. Ia dapatlah disamakan dengan berandah rumah pada masa ini. Di "awah" masyarakat Bidayuh menjalankan kegiatan keseharian mereka seperti menganyam, berbual, membuat peralatan bertani dan sebagainya. Ruangan Awah juga akan digunakan untuk sebarang upacara keagamaan seperti perkahwinan, pantang larang dan pesta-pesta tertentu seperti pesta gawai dan sebagainya. "tanju" pula adalah bahagian terluar di dalam rumah panjang masyarakat Bidayuh. Bahagian tanju agak terdedah dan lazimnya ia tidak bertutup mahupun beratap. Tanju lazimnya digunakan untuk menjemur hasil tuaian masyarakat Bidayuh seperti padi, lada, jagung dan sebagainya.
Bahasa
Bahasa Bidayuh agak unik berbanding bahasa-bahasa yang lain yang terdapat di Sarawak. Keunikan ini adalah berdasarkan sebutan,pertuturan, gerak gaya dan alunan yang dipertuturkan. Lazimnya, bahasa Bidayuh akan berubah intonasi dan bahasa mengikut kampung dan daerah tertentu. Hal ini menyebabkan suku kaum ini sukar untuk berkomunikasi dengan satu sama lain sekiranya mereka adalah suku atau dari daerah yang berlainan. Sebagai contoh, suku Bidayuh dari kawasan Serian menyebut "makan" ialah "ma-an" manakala suku Bidayuh dari kawasan Padawan pula menyebut "makan" sebagai "man". Ada juga bidayuh yang baru dikenali sebagai Bidayuh Kuching Tengah atau "Bidayuh Moden ( Baru ), oleh kerana bahasa dan adat yang bercampur dari bidayuh bau jagoi dan bidayuh padawan.Kaum Bidayuh ini boleh ditemui dikawasan perkampungan berdekatan dengan bandar kuching iaitu : 1. Kampung Tematu Simorang 2. Kampung Semeba 3. Kampung Sudat 4. Kampung BumbokPakaian Tradisional
Warna hitam adalah warna utama dalam pemakaian masyarakat Bidayuh. Bagi Kaum wanita masyarakat Bidayuh, pakaian lengkap adalah termasuk baju berlengan pendek atau separuh lengan dan sepasang kain sarung berwarna hitam paras lutut yang dihiasi dengan manik manik halus pelbagai warna disulami dengan kombinasi warna utama yaitu putih, kuning dan merah. Tudung kecil separuh tinggi dengan corak anyaman yang indah atau penutup kepala daripada kain berwarna warni dengan sulaman manik halus adalah pelengkap hiasan kepala wanita masyarakat Bidayuh. Kaum lelaki masyarakat Bidayuh pula umumya mengenakan sepasang baju berbentuk baju hitam separa lengan atau berlengan pendek dengan sedikit corak berunsur flora dan celana hitam atau cawat yang berwarna asas seperti biru, merah dan putih. Kain lilit kepala pula adalah pelengkap hiasan kepala kaum lelaki masyarakat ini.Seni Musik
Bagi masyarakat Bidayuh, musik memainkan peranan yang penting dalam setiap upacara keagamaan yang mereka jalankan. Musik ini berperanan menaikkan semangat, mengusir roh jahat dan sebagai pententeram kepada semangat roh. Musik juga memainkan peranan dalam pemberitahuan motif sesuatu upacara yang dijalankan. Umumnya musik tradisional masyarakat Bidayuh terdiri daripada sepasang gong besar terbagi daripada dua yaitu Oguong dan Kitaak, canang, Gendang atau Pedabat dan Tawak (sejenis gong kecil. Terdapat juga alat musik tradisional yang lain seperti serunai/seruling dan gitar buluh. Namun alat musik seumpama ini amat kurang dimainkan kerana proses pembuatannya yang agak rumit.Senjata Tradisional
Lembing, tombak, parang ilang (parang pendek), sumpit, "jepur" (seakan samurai) dan "rira" (meriam kecil)adalah peralatan senjata yang lazimnya digunakan oleh masyarakat ini untuk berperang pada zaman dahulu kala. Manakala peralatan senjata seperti parang, cangkul dan sabit selalunya digunakan untuk kegiatan pertanian.
William Nais penerima gelar datuk adalah salah seorang putera
terbaik Dayak Bidayuh yang juga bergelar temanggung, pernah mendirikan
Dayak Bidayuh National Association (1955). Beberapa buku tentang Dayak
Bidayuh di Sarawak pernah ia tulis termasuk salah satunya adalah artikel
Dayak Bidayuh Culture atau Kebudayaan Dayak Bidayuh. Dayak Bidayuh
Culture merupakan salah satu artikel yang terangkum dalam buku besar
yang berjudul Customs and Traditions of the Peoples of Sarawak. Artikel
tersebut ditulis untuk memperkenalkan kebudayaan Dayak Bidayuh pada
peringatan 25 tahun Sarawak bergabung dengan Malaysia.
William Nais memaparkan
penggolongan Dayak Bidayuh. Disebutkan bahwa Dayak Bidayuh di Sarawak
digolongkan dalam empat kelompok etnis, yaitu (1) kelompok Bukar Sadong,
kelompok ini merupakan kelompok yang terbesar di Sarawak, terdiri dari
126 kampung. Perkampungan mereka terletak di hulu Sungai Sadong, masuk
ke dalam wilayah Distrik Serian; (2) kelompok Bipuruh, yang merupakan
kedua terbesar sesudah Bukar Sadong, terdiri dari 81 kampung yang
tersebar di daerah pedalaman Distrik Kucing; (3) kelompok Bau-Jagoi,
kelompok yang terbesar ketiga, dengan 43 kampung, berdomisili di wilayah
Distrik Bau, dan (4) kelompok Selako-Lara, kelompok Bidayuh yang
terkecil dengan 41 kampung, yang terletak di wilayah Distrik Lundu’.
Menurut Sensus (Banci) tahun 1988, Dayak Bidayuh hanya berjumlah
133.253 jiwa atau 8,3 % dari total penduduk Sarawak yang berjumlah
1.600.000 jiwa. Sebelum kedatangan Misionaris Katolik Roma ke Brunai tahun 1691,
orang Bidayuh di Sarawak sering menjadi sasaran pengayauan orang Iban,
Lanun, maupun para pencari kepala dari sub suku Dayak lain. Ada yang
dibunuh, ditawan sebagai budak. Yang masih selamat melarikan diri ke
hutan. Di dalam hutan, mereka mengadakan pertemuan membicarakan nasib
mereka. Selanjutnya disepakati untuk mengirim seorang yang bernama Bai
Pangol bertapa ke Banjaran Kelingkang.
Di Banjaran Kelingkang, Bai Pangol bertemu dengan makhluk gaib
yang disebut Kamang. Kamang berkata kepada Bai Pangol, “Jika kamu ingin
hidup berkecukupan makan dan minum, bebas dari sakit penyakit, kamu
harus berani membunuh musuh-musuhmu dan mengambil kepalanya. Namun, saya
ingatkan kepadamu, jangan membunuh orang yang tidak bersalah, orang
sakit, wanita, dan anak-anak, karena jiwa mereka akan membalas dendam
dalam bentuk wabah penyakit dan gempa bumi yang akan menimpa seluruh
penduduk.” Kamang tersebut kemudian memberikan jimat yang disebut inyo
kamang kepada Bai Pangol untuk digunakan di medan perang. Kamang
tersebut berpesan bahwa sebelum berangkat ke medan perang, pasukan yang
mau ikut berperang, terlebih dahulu harus meminta petunjuk kepada burung
malam yang disebut Bimanuk Ngarum. Jika petunjuknya baik, akan menang
perang. Orang yang akan pergi berperang harus melumuri badannya dengan
jimat.
Sesudah memperoleh bahan berupa jimat dan petuah dari kamang, Bai
Pangol pun pulang ke rumahnya di Bukar Sadong. Bai Pangol inilah yang
kemudian memperkenalkan tujuan memotong kepala musuh dan cara-cara
memberikan penghormatan kepada tengkorak. Upacara penghormatan terhadap
tengkorak kering inilah yang disebut sebagai Gawai Tikurok.
Proses Pelaksanaan Gawai Tikurok
Gawai Tikurok diadakan empat tahun sekali selepas panen. Gawai
Tikurok terdiri dari tiga tingkatan, yaitu tingkat pertama disebut Gawai
Nyibaru (penghormatan terhadap tengkorak yang ada di rumah tempat
kepala (Baruk). Caranya dengan memukul gong, gendang, menembakkan
senapan lantak, meriam, dan berbagai alu-aluan. Tingkat kedua disebut
Gawai Mukah, dan ketiga disebut Gawai Nyakan.Tujuan umum Gawai Tikurok adalah untuk menciptakan ketentraman,
kesejahteraan, dan kebajikan bagi penduduk kampung; memohon agar
dianugerahi makanan, binatang buruan, dan buah-buahan yang berlimpah;
memohon agar dijauhkan dari penyakit, gempa bumi, dan cuaca buruk; dan
penyembuhan dari penyakit.
Perangkat Adat dan Bahan untuk Upacara Adat
Bahan persembahan yang diperuntukkan bagi tengkorak dan para kamang
terdiri dari tuak yang dicampur dengan darah ayam disimpan dalam buluh;
beras kunyit yang ditabur di atas tengkorak; nasi dalam bungkusan kecil
sebagai makanan harian tengkorak, kunyit yang diparut dan diletakkan
dalam daun manah, (daun rinyuakng: Dayak Kanayatn, Red.); tembakau,
limau nipis, daun sirih, buah pinang dan gambir; keladi merah atau ubis
bireh yang disukai oleh kamang; pisang embun, nasi dalam buluh kecil
untuk Kamang Tariu; ayam goreng yang dipotong kecil-kecil; ikan siluang
yang dibungkus dengan daun; dan rokok apong yang diselipkan pada rahang
tengkorak. Sedangkan, bahan-bahan utama untuk penyelenggaraan Gawai
Tikurok terdiri dari dua ekor babi – seekor untuk peserta yang hadir
dalam upacara tersebut - seekor untuk pahlawan atau Baku Rasi yang
mendapatkan kepala musuh. Jika Baku Rasi sudah meninggal, maka babi ini
dipersembahkan untuk arwahnya; dan tiga ekor ayam jantan muda yang
digunakan sewaktu melakukan upacara. Tempat untuk menyimpan tengkorak
dan bahan-bahan persembahan tersebut di atas, disebut Tiang Sadong.
Orang yang memimpin upacara Gawai Tikurok disebut Tua Gawai atau Ranjak.
Setiap keluarga menyumbangkan beras atau bary rayi dan beras
pulut untuk dimasak dalam buluh dan dibungkus dengan daun atau sungkoi.
Sedangkan bahan lain yang disiapkan oleh penduduk terdiri dari pekasam
ikan siluang, tuak dari pohon aren, kunyit dan kulit buah (menyarin)
untuk mandi peserta upacara, jenis daun tumbuhan yang disebut mabu,
bambu munti’ berwarna kuning, kain putih untuk menghias Tiang Sadong,
lilin putih, cangkang kulit telur yang sudah diasapkan dan diikat-tujuh
biji seikat, campuran pinang, tembakau, sirih, gambir dan limau. Orang
yang ditunjuk sebagai calon tua gawai harus mempunyai dulang untuk
menyimpan bahan persembahan tersebut.
Gawai Tikurok ini menyebar ke setiap sub suku Dayak Bidayuh di
perbatasan Kab. Bengkayang dan Sanggau dengan wilayah Sarawak, Malaysia.
Segala perangkat adat, inti upacara dan tujuannya sama, hanya istilah
yang dipakai berbeda sesuai dengan nama sub suku masing-masing. Pada
Dayak Bidayuh Tadatn dan Liboi di tepi Sungai Biang dan Kumba, Seluas,
upacara ini disebut Nyubeg Bak, dan dalam bahasa Melayu disebut Nyobeng.
Isi artikel Dayak Bidayuh Culture dalam buku Customs and
Traditions of the Peoples of Sarawak (1988) ini, mengungkapkan cara
hidup orang Dayak Bidayuh secara lengkap. Bahasan utamanya diawali
dengan kehidupan di rumah panjang. Di sini dijelaskan bahwa sebelum
mendirikan rumah panjang, para tetua dan tokoh Dayak Bidayuh terlebih
dahulu harus mendengar isyarat burung dengan mendengarkan suara burung
tertentu pada sore hari menjelang malam. Suara burung ini, diterjemahkan
oleh Tukang Tuta. Tujuannya adalah untuk meminta izin kepada roh
penunggu tanah tempat akan didirikan rumah panjang tersebut.
Pada zaman dulu, rumah panjang orang Bidayuh didirikan di dataran
tinggi, hulu sungai, dan kawasan pegunungan. Tujuan utamanya untuk
menghindari serangan musuh yang mereka sebut pinyamun ‘pengayau’.Perkampungan orang Bidayuh, diperintah oleh: (a) Tua Kampung,
yang bertanggung jawab mengelola kampung; (b) Tukang Tuta, seorang ahli
penterjemah bunyi-bunyi burung, serangga atau firasat; (c) Dayung
Ranjak, ahli dalam upacara; (d) Bara Pinamang, sekelompok laki-laki
dewasa yang mempelajari tentang pemujaan roh-roh di gunung; (e) Nyamba
Biruri, seorang dukun, dan (f) Komiti Pimain Asar, sebuah panitia yang
bertanggung jawab menyelenggarakan festival, tari-tarian dan upacara
pengobatan Dayak Bidayuh.
Di Sarawak, ada kira-kira 80% orang Bidayuh bekerja sebagai
petani. Di antaranya menanam padi, memelihara ternak, menanam karet,
kakao, dan tanaman buah-buahan. Sedangkan 20%-nya bekerja sebagai
pegawai negeri dan pegawai swasta di perusahaan perkebunan dan lainnya.
Namun, dewasa ini, generasi muda Bidayuh lebih suka bekerja di
perusahaan swasta, hotel, maupun restoran yang ada di kota, baik di
Kucing maupun Kuala Lumpur. Cukup banyak pula orang Bidayuh yang
mengenyam pendidikan tinggi di universitas, seperti di UNIMAS-Sarawak,
UKM-Bangi, dan perguruan tinggi bergengsi lainnya.
panjang lebar
BalasHapusAmbu meh.dundan asar nuh.
Hapusku liak nai kerja kursus rujuk tih yoh kugan doh?(saya buat kerja kursus merujuk dari sumber ini boleh izinkankah? saya pelajar STPM 2016
BalasHapusku liak nai kerja kursus rujuk tih yoh kugan doh?(saya buat kerja kursus merujuk dari sumber ini boleh izinkankah? saya pelajar STPM 2016
BalasHapusPerknalkan nama...Saya muhammad asep yang kemarin OM brikan Nomer 3D,Saya asal dari medan.Kerja jadi Tkw Di Jeddah, mau mengucapkan banyak trimakasih kpd OM AGUS sdh membantu kami melalui angka KL 3D keluaran 130 allahamdulillah benar-benar meledak akhirnya dapat BLT Rp.96jt, sesuai niat kami kemarin OM, klo sdh tembus, kami mau pulan kampung buka usaha & berhenti jadi tkw, kapok om dpt siksaan trus dari madam,sekali lagi trimakasih byk OM saya tdk bakal lupa seumur hidup saya atas batuan & budi baik om terhadap kami. Bagi teman2 tki & tkw yg lagi kesusahan/ingin pulang kampung tdk ada ongkos, dan keadaannya sdh kepepet, sdh tdk ada jalan lain lg.kami temukan solusi yg tepat akuratt & trpercaya banyak yg akui ke ahliannya di internet/facebook dengan jaminan tdk bakalan kecewa,jelas trasa bedahnya dengan peramal yang lain, OM AGUS sdh membantu puluhan tki & tkw termasuk kami yg dibrikan motipasi sangat besar,demi allah ini kisah nyata kami yg tak terlupakan dalam hidup kami om sekali lagi trimakasih byk sdh membantu kami. Jika anda merasa sulit menang LOTTERY/TOTO dll. silahkan join dengan OM AGUS siapa cepat dia dapat, TERBATASI penerimaan member...!!!wajib hanya 5 member bisa diterimah dlm 1x putaran. Langsung call OM AGUS Di +6285397766615
BalasHapusQueen Casino – Casino - Play and win at the Best Casino
BalasHapusPlay at the Best クイーンカジノ Casino. Queen happyluke Casino has over 500 games from all over the world – from 더킹카지노 video slots, baccarat and live dealer games to blackjack and more.