Senin, 10 Juni 2013

SUKU DAYAK KANTUK

Suku Dayak Kantuk atau Orang Kantuk tersebar di sekitar danau ranau di Kapuas Hulu berdekatan dengan wilayah persebaran orang Iban. Kedua kelompok ini hidup berdampingan, kadang kala sebagai mitra, tetapi pada saat lain mereka hidup sebagai musuh. Tragedi Mpanang Derayh (Empanang Deras) merupakan salah satu cerita lama mengenai hubungan kedua kelompok yang secara linguistic masih sangat dekat ini. Para peneliti meletakkan kedua bahasa ini dalam satu rumpun yang disebut rumpun Ibanik  (Hudson, 1978; Collins 2005).

Tetapi dalam konteks Kalbar, tidak banyak cerita yang dikaitkan dengan orang Kantuk ini. Mungkin karena perhatian lebih tertuju kepada kelompok besar Dayak, sehingga Kantuk yang merupakan bagian kecil dari kelompok besar ini tidak nampak. Tulisan-tulisan awal mengenai Dayak di Kalimantan Barat amat jarang menyinggung tentang orang Kantuk ini (Yusriadi, 2006) . Tulisan yang dijumpai umumnya membahas tentang orang Kantuk seimbas lalu.

Lihat misalnya dalam Rahim Aman (2006) yang hanya membahas tentang fonologi dan morfologi bahasa Kantuk. Dalam Kadir (1991) ditampilkan sejumlah leksikon bahasa Kantuk. Begitu juga dengan King (1985) dan Tjilik Riwut (1958). Dari sejumlah tulisan itu, tulisan Dove (1985) boleh dianggap sebagai tulisan yang agak mendetiil mengenai orang Kantuk, namun keterbatasannya, tulisan ini hanya menyinggung tentang peladangan yang dicatatnya dari kampung sekitar Nanga Kantuk.

Karena keterbatasan ini tidak heran jika ada yang salah memberikan deskripsi mengenai orang Kantuk. Lihat misalnya dalam Zulyani Hidayah (1997: 115-116).

“Orang Kantu’ berdiam di sekitar hulu sungai Kapuas, di propinsi Kalimantan Barat. Jumlah populasinya 1000-2000 jiwa. Mereka tersebar di wilayah kecamatan Nanga Kantuk dan Semitau, di kabupaten Sanggau. Sebagian lain berdiam di wilayah kabupaten Sintang, di sebelah utara daerah aliran Sungai Kapuas, sampai ke perbatasan dengan Serawak.” (Zulyani 1997: 115).

Tulisan ini dianggap salah karena populasi Kantuk di Kalbar digambarkan cuma 1000-2000 jiwa. Jumlah itu sebanding dengan jumlah penduduk dua-tiga kampung saja. Padahal secara kasat mata kampung Kantuk cukup banyak dan mudah dijumpai di Kapuas Hulu. Jumlah orang Kantuk jauh lebih banyak dari jumlah itu.
Oleh karena itu, makalah yang sederhana ini akan berusaha mengungkap mengenai komunitas ini; khususnya mengenai bahasa dan keberadaan orang Kantuk di Kalbar. Maksud hati, ingin melengkapi tulisan yang sedia ada dan semoga tidak keliru seperti laporan Zulyani di atas.

Mengingat data yang diperoleh masih terbatas , maka deskripsi ini tentulah amat terbatas. Karena itu hanya dua aspek yang didiskusikan dalam tulisan ini. Yakni, pertama mengenai persebaran orang Kantuk, dan kedua mengenai variasi bahasa orang Kantuk di Ulu Kapuas.


Wilayah Penyebaran Orang Kantuk

Suku Dayak Kantuk adalah salah satu komunitas penting dari masyarakat Ibanik di Kalimantan Barat. Penting bukan saja karena jumlah mereka cukup banyak –ada yang memprediksikan jumlahnya mencapai 16 ribu jiwa, menyebar di 7 kecamatan di Kapuas Hulu, tetapi juga karena kiprah social politik mereka. Sekarang, banyak tokoh Kalbar adalah orang Kantuk. Beberapa politisi adalah orang Kantuk. Mereka memiliki tiga orang perwakilan rakyat Daerah Kapuas Hulu. Selain itu, kedudukan mereka di pemerintahan daerah di kabupaten Kapuas Hulu juga cukup menonjol.

Kedudukan ini yang memudahkan mereka membentuk kaukus, dengan menyelenggarakan pertemuan adat, merumuskan konsep-konsep tentang adat istiadat Kantuk. Misalnya pada tahun 2000 pernah diselenggarakan pertemuan para temenggung suku Kantuk membahas hukum adat Kantuk. Dari laporan pertemuan itu dapat dilihat ada beberapa wilayah ketemenggungan Kantuk di Kapuas Hulu yakni di kecamatan Mandai (antara lain di Teluk Sindur, Sula, Empadi’, Kirin Sejahit, Ujung Ping, Ujung Tanjung, Bika’). Di kecamatan Kedamin, yakni di Sungai Uluk, Kedamin Darat, Jaras. Di kecamatan Embaloh Hilir di Kirin Nangka, Tanjung Beruang, Belatung. Bunut Hilir, di Penemur, Benit, dan Nanga Tuan. Di Seberuang, Nanga Beluis, Pala kota, Sebalang, Koyan, Sempadi’, Pala Hulu, Pala Hilir, dan Rinjai Hilir. Di Semitau (antara lain di Kenepai, Nanga Lemeda’, Sungai Asun, Nanga Seberuang, Ntipan). Kecamatan Silat Hilir di Sentabai, Setunggul. Kecamatan Empanang di Nanga Kantuk, Selupai,

Menurut sejarah lisan, asal orang Kantuk di daerah aliran Sungai Kantuk di Empanang. Namun, kemudian karena alas an keamanan, ekonomi, sebagian besar berpindah ke selatan . Sedikit saja orang Kantuk yang masih tinggal di daerah asal ini –misalnya di Telutuk, Kampung Lalang, Nanga Kantuk (Tikul Batu, Tikul Tebing), dan Selupai.
Para migrant ini pernah ingin kembali ke kampong asal ketika banjir besar terjadi di Kapuas lebih 50 tahun lalu, saat padi yang mereka tanam rusak binasa terendam air. Namun perpindahan dibatalkan karena tempat ini sudah ada penghuni baru, yaitu orang Iban.

Perpindahan dari tanah Empanang ini yang kemudian menyebabkan orang Kantuk berada di aliran sungai Kapuas, antara sekitar Semitau hingga Putussibau. Mereka ini di kemudian hari lebih dikenal sebagai orang Kantuk Kapuas. 

1 komentar: