Sabtu, 08 Juni 2013

UPACARA BELIAN DALAM MASYARAKAT DAYAK TUNJUNG DAN BENUAQ

Secara harafiah, beliatn sebenarnya mengandung arti berpantang/ tabu (Lietn). Sehingga secara umum, belian merupakan serangkaian usaha manusia yang bertujuan untuk mencegah terjadinya suatu musibah terhadap manusia dan lingkungan, atau membebasakan diri dari belenggu penyakit, yang selalu diakhiri dengan cara berpantang.
Menurut kepercayaan masyarakat Dayak Tunjung dan Benuaq, gangguan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan, dapat terjadi dalam berbagai macam bentuk dan tingkatan. Berkaitan dengan hal itu, maka jenis belian pun terbagi dalam beberapa ragam.
Berdasarkan sifatnya, belian dapat digolongkan atas dua jenis , yaitu:
1. Belian yang bersifat pencegahan, diantaranya: Nalitn Taotn Makatn Juus dan Tulak Bala.
2. Belian yang bersifat pengobatan, diantaranya : Nyamat Nyahuq, Ngayukng dan Muat Balai Banci.
Sedangkan berdasarkan tata-cara penyelenggaraannya, belian dapat digolongkan menjadi beberapa ragam, yaitu:
1. Belian Lewangan/ Belian Beneq
2. Belian Bawo
3. Belian Sentiyu
4. Belian Jamu
5. Belian Ranteu

1. Beliatn Bawo
Belian Bawo adalah belian yang menggunakan bahasa Bawo sebagai bahasa pengantar, adapun pelakunya, biasanya terdiri dari pemeliatn laki-laki tetapi dapat juga seorang wanita.
Ciri khas dari Belian Bawo ini, lengan kiri dan kanan sang pemeliatan, masing-masing mengenakan sepasang gelang perunggu yang disebut Ketakng, sedangkan dibagian kepala mengenakan ikat kepala yang disebut Lawukng.
Khusus bagi pemeliatn pria, tidak mengenakan baju tetapi menggunakan semacam untaian kalung dari jenis kayu obat-obatan dan taring binatang, yang disebut Samakng Sawit. Untaian kalung tersebut diselempangkan dari bahu kiri-kanan ke bawah rusuk kiri kanan.
Ciri khas yang lain, sang pemeliatn menggunakan sejenis rok/kun panjang sampai ke mata kaki yang direnda dengan motif tertentu yang disebut Ulap Bawo. Sedangkan di bagian pinggang dililit seuntai kain panjang yang kedua ujungnya terjuntai di samping kiri kanan sebatas ulap bawo, kain ini disebut Sempilit. Diatas lilitan Sempilit bagian pinggang dipasang ikat pinggang khusus yang disebut Babat.
Dalam pelaksanaan upacara adat Belian Bawo, biasanya dilakukan melalui beberapa rangkaian kegiatan, sebagai berikut :
(1). Nomaaq.
Nomaaq adalah suatu proses awal yang selalu harus dilalui pada setiap mengadakan belian bawo. Hal itu bertujuan menjelajahi negeri para dewa, serta mengundang mereka untuk membantu dalam usaha pengobatan.
Nomaaq selalu diawali dengan meniup Sipukng/Belaluq sebanyak tiga kali, alat ini terbuat dari taring beruang, macan dahan, harimau. Suara Sipukng tersebut perperanan sebagai undangan bagi para dewa, sekaligus merupakan kode untuk dimulainya menabuh gendang yang pertama kali (Nitik Tuukng).
Setelah gendang ditabuh beras yang berada dalam genggaman dengan maksud melepaskan utusan yang akan menjemput para dewa yang diundang.
Pada saat Nomaaq, posisi pemeliatn duduk bersila menghadap Awir, yaitu daun pinang beserta dahannya yang telah dibuang lidinya dan digantung bersama selembar kain panjang menjuntai ke bawah menyentuh tikar bagian ujungnya. Awir ini berfungsi sebagai “tangga” untuk turun atau naiknya para dewa.
(2). Jakaat
Setelah para utusan tiba di negeri para dewa, pemeliatn mulai berdiri serta berjalan mengitari Awir. Posisi ini melambangkan para dewa mulai bergerak turun untuk menghadiri undangan.Seusai para dewa tiba di dalam rumah, pemeliatn mulai menari untuk melakonkan gerak dari masing-masing dewa yang hadir.
(3). Penik Nyituk
Bilamana sekalian (para) dewa telah mendapatkan giliran menampilkan kebolehannya dalam hal menari, mereka duduk dan menanyakan alasan apa mereka diundang.Dalam hal ini jawaban tuan rumah sangat bervariasi, hal mana tergantung dari masalah yang sedang dihadapi keluarga tersebut pada saat itu.

(4) Ngawaat
Pada tahap ini dengan kembali pada posisi berdiri, pemeliatn mewakili para dewa, mulai melaksanakan perawatan terhadap orang sakit dengan menggunakan Selolo.Puncak perawatan dilakukan dari muka pintu, dalam hal ini pemeliatn mewakili para dewa di atas bumi yang mempunyai keterampilan Nyegok (menyedot) penyakit, memberikan penyapuh, yaitu semacam obat yang bertujuan menyembuhkan luka dalam.Sementara pemeliatn pulang-pergi memberi perawatan, bunyi gendang harus dipercepat dengan irama Sencerep dan Kupuk Tuatn. Akhirnya perawatan ini diselesaikan dengan Ngasi Ngado dan Nyelolo-Nyelonai, dengan maksud menciptakan kondisi sejuk dan nyaman serta bebas dari cengkraman penyakit.
Dalam perawatan terakhir ini, irama dan lagu tabuhan gendang berubah dan diperlambat dengan irama yang disebut Meramut dan Beputakng.

(5) Tangai
Pada tahap ini, pemeliatn mempersilahkan para dewa untuk kembali ketempatnya masing-masing, dengan terlebih dahulu disAjikan hidangan ala kadarnya. Jenis sAjian sesuai dengan tingkat acara yang diselenggarakan.
(6) Engkes Juus
Engkas dalam bahasa Dayak Benuaq berarti memasukkan, sedangkan Juus adalah roh/jiwa. Sehingga yang dimaksud dengan engkes juus adalah memasukan roh/jiwa ke dalam tempat yang seharusnya yaitu badan dari yang empunya jiwa tersebut.
Masyarakat Dayak Tunjung Benuaq berkeyakinan bahwa kehidupan setiap manusia terdiri atas badan (unuk) dan jiwa (juus-june).
Sehingga dalam proses penyembuhan manusia yang sakit, selain diperlukan perawatan fisik melalui Bekawat, perlu juga dilakukan perawatan jiwa melalui pengamanan juus-june agar tidak terganggu oleh roh-roh jahat. Adapun tempat yang aman dinyatakan sebagai Petiq Ngetn Bulaw.
(7) Bejariiq.
Bejariq artinya berpantang, lamanya berpantang biasanya selama satu hari. Selama berpantang, orang yang sakit tidak diperbolehkan keluar rumah, memakan makanan terlarang, seperti terong, asam, rebung dan semua jenis hewan melata.
Selain itu suasana rumah harus sepi dan tidak diperkenankan menerima tamu. Suasana tersebut ditandai dengan penancapan dahan dan daun kayu hidup di samping pintu masuk rumah bagian luar.
Pelanggaran atas pantangan ini dapat mengakibatkan kambuhnya penyakit dan sukar dirawat kembali. Setelah berakhirnya masa jariiq, maka seluruh rangkaian upacara belian bawo dinyatakan selesai.
Berdasarkan pada berat ringannya masalah yang dihadapi, serta keadaan sosial-ekonomi keluarga atau masyarakat yang menyelenggarakan, belian bawo dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu :

a. Ngejakat
Lamanya satu hari, tanpa mengkurbankan hewan dan tidak menjalani masa jariiq.

b. Bekawaat Encaak
Lamanya minimal tiga hari, menggunakan hewan kurban berupa babi dan ayam, menggunakan balai di tanah dan menjalani masa jariiq selama maksimal tiga hari.
c. Makatn Juus
Lamannya maksimal delapan hari, hewan yang dikurbankan berupa ayam, babi atau kambing, menggunakan balai di dalam rumah dan di halaman rumah. Jumlah pemeliatn minimal delapan orang dan menjalani masa jariiq maksimal empat hari.

d. Nyelukng Samat.
Lamanya maksimal delapan hari, sedangkan jumlah pawang minimal delapan orang. Hewan kurban terdiri dari ayam, babi, kambing, kerbau, sesuai dengan janji waktu nyamat, menggunakan balai di dalam rumah dan di luar rumah, serta menjalani masa jariiq maksimal empat hari.

2. Beliatn Luangan
Pada pelaksanaan belian Luangan digunakan bahasa Lewangan sebagai bahasa pengantar. Pemeliatn terdiri dari laki-laki dan biasanya tidak mengenakan pakaian khas.Fungsi dari belian Lewangan adalah sebagai perawatan atau pencegah penyakit terhadap manusia atau lingkungan, juga dapat sebagai upacara ucapan syukur dan dapat menjadi sarana hiburan serta pengembangan bakat seni sastra.

Ambil contoh dalam upacara perkawinan, peranan pemeliatn Lewangan lebih bersifat syukuran serta pengembangan bakat seni sastra, karena pada saat tersebut, disAjikan kebolehan berargumentasi melalui Perentangin, Ngelele Nancakng, Ngoteu, Bedoneq, Begantar, Temanakng dan Bimpas.
Berdasarkan berat ringannya masalah yang dihadapi serta kondisi sosial ekonomi keluarga atau masyarakat yang menyelenggarakan, maka belian Lewangan dapat dibagi menjadi :

(1). Ngokoq Ngejakat
Lamanya satu hari, pemeliatn satu orang, tidak mempergunakan hewan kurban dan tidak menjalani masa bejariiq.
(2) Natakng Nibukng
Lamanya satu sampai dengan tiga hari, pemeliatn minimal satu orang. Menggunakan hewan kurban berupa ayam yang jumlahnya sesuai dengan Dasuq yang ditelusuri.Dasuq adalah jenis penyakit, makhluk penyebabnya juga cara perawatannya. Menggunakan balai sesuai dasuq serta menjalani jariiq selama satu hari.
(3) Talitn Terajah
Lamanya satu sampai dengan enam hari, jumlah pemeliatn minimal satu orang. Hewan kurban berupa ayam dan babi yang banyaknya sesuai dengan dasuq. Menggunakan balai dan Tujakng serta menjalani masa jariiq selama tiga hari.

(4) Bekelew Bekebas
Lamanya delapan sampai dengan enam belas hari, jumlah pemeliatn minimal delapan orang, jumlah hewan kurban berupa ayam dan babi disesuaikan dengan dasuq. Menggunakan Balai Munan Rampa (langit-langit rumah) dan menjalani masa jariiq selama tiga hari.
(5) Nalitn Taotn
Lamanya delapan sampai dengan enam belas hari, jumlah pemeliatn minimal delapan orang. Hewan yang dipersembahkan berupa ayam, babi, dan minimal satu ekor kerbau. Menggunakan balai taotn di tanah, serta menjalani masa jariiq selama empat hari.Pada uraian berikut, akan disAjikan tahapan upacara Nalitn Taotn karena dengan pertimbangan karena pada upacara ini, semua tingkatan belian Lewangan telah termaktub.
Selain daripada itu, upacara belian (Nalitn Taotn) ini cukup berpotensi untuk dikembangkan dalam rangka menunjang program pariwisata dan pembangunan daerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar