01

Minggu, 23 Juni 2013

DENDA PEMBAKARAN HUTAN DALAM ADAT SUKU DAYAK

Sebenarnya denda adat bagi pembakar lahan dan hutan,bukanlah barang baru bagi masyarakat adat Dayak. Kearifan mereka memandang alam sebagai sahabat,rumah, bahkan darah serta nyawa bagi mereka membuat
Masyarakat adat Dayak tidak bisa dipisahkan dari alam/hutannya. Sikap ini tentulah sangat bertolak belakang dengan pandangan pihak lain

(negara dan para pemodal) yang memperlakukan alam sebagai sesuatu yang harus eksploitasi untuk mengeruk uang sebanyak-banyaknya.Hukuman adat( denda) merupakan salah satu bukti,bahwa orang Dayak memang masih teguh menjaga dan menghargai hutan/alam secara persisten. Orang Dayak secara umum, dalam perinsip menjatuhkan denda adat berpegang kepada nilai-nilai keseimbangan hubungan manusia dengan alamnya.Sehingga setelah menghukum orang yang melakukan pembakaran yang mengakibatkan terbakarnya hutan dan kebun maupun tempat-tempat keramat, orang Dayak biasanya selalu menyertakan hukuman ini dengan ritual permohonan maaf kepada alamnya. Denda adat untuk pembakar lahan yang mengkakibatkan terbakarnya lahan atau kebun milik orang lain,bagi orang Dayak adalah hal yang
memalukan. 

Oleh sebab itu sebagai contoh, pada masyarakat adat Dayak Iban Jalai Lintang di Desa Menua Sungai Utik Kabupaten Kapuas Hulu Kalbar, jika seseorang terbukti bersalah membakar lahan dan menyebabkan terbakarnya kebun milik orang lain maka, yang bersangkutan akan dikenai sansi adat “Ngangus ke pesaka urang” harus membayar Rp 100.000,- sebuah nominal yang kecil bukan??. Akan tetapi setelah dihukum adat pelaku diharuskan membayar ganti rugi sesuai dengan kerugian yang diakibatkan. Tidak hanya sampai disitu, pelaku pembakaran harus membayar “Penti Pemali” yaitu Hukuman tambahan sebagai persembahan kepada alam yang berguna untuk pemulihan hubungan manusia dengan alamnya. Penti Pemali berupa; satu ekor babi, satu ekor ayam, sebilah parang (mandau), mangkok dan karong kerubung mongkol 10. Dengan demikian maka, Orang Dayak tidak saja hendak menjaga hubungan antara pihak-pihak yang bersengketa, tetapi juga terus menjaga hubungan manusia dengan alamnya. Walaupun menurut banyak orang pandangan orang Dayak ini sangat kolot dan primitif, tetapi bagi orang Dayak ini adalah KEYAKINAN.

Tetapi sangat disayangkan, sekarang ini banyak Preman adat dan calo-calo adat yang mencederai kearifan nilai-nilai adat orang DAYAK…dengan menjatuhkan sanksi adat dengan se-enak perutnya sendiri tidak berdasarkan nilai adat, dengan membentuk dewan/majelis adat yang mengklaim bahwa mereka adalah perwakilan masyarakat adat sehingga layak berbuat apa saja,dan banyak lagi………..

Laurensius Gawing
Pendamping Hukum Rakyat
Lembaga Bela Banua Talino-Pontianak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar