01

Senin, 17 Juni 2013

UPACARA ADAT NAIK DANGO DAYAK KENDAYAN

Naik Dango merupakan satu-satunya peristiwa budaya Dayak Kendayan yang dilaksanakan secara rutin setiap tahun. Dalam Upacara Adat Naik Dango, selain acara inti yakni “nyangahathn”, Upacara Adat Naik Dango intinya hanya berlangsung satu hari saja tetapi karena juga menampilkan berbagai bentuk budaya tradisional di antaranya berbagai upacara adat, permainan tradisional dan berbagai bentuk kerajinan tangan yang juga bernuansa tradisional, sehingga acara ini berlangsung selama tujuh hari. Penyajian berbagai unsur tradisional, selama Upacara Adat Naik Dango ini, menjadikannya sebagai even yang eksotis ditengah-tengah kesibukan masyarakat Dayak




Upacara Adat Naik Dango merupakan perkembangan lebih lanjut dari acara pergelaran kesenian Dayak yang diselenggarakan oleh Sekretariat Bersama Kesenian Dayak (SEKBERKESDA) pada tahun 1986.3 perkembangan tersebut kuat dipengaruhi oleh semangat ucapan syukur kepada Jubata yang dilaksanakan Masyarakat Dayak Kendayan di Menyuke setiap tahun setelah masa panen padi usai.

Dalam bentuknya yang tradisional, pelaksanaan Upacara Adat pasca panen ini dibatasi di wilayah kampung atau ketemanggungan. Inti dari upacara ini adalah nyangahathn yaitu pelantunan doa atau mantra kepada Jubata, lalu mereka saling mengunjungi rumah tetangga dan kerabatnya dengan suguhan utamanya seperti: poe atau salikat (lemang atau pulut dari beras ketan yang dimasak di dalam bambu), tumpi cucur), bontonkng (nasi yang dibungkus dengan daun hutan seukuran kue), jenis makanan tradisional yang terbuat dari bahan hasil panen tahunan dan bahan makanan tambahan lainnya.



Mitos Asal Mula Naik DangoNaik Dango didasari mitos asal mula padi menjadi popular di kalangan orang Dayak Kalimantan Barat, yakni cerita “Ne Baruankng Kulup” yaitu Kakek Baruangkng Yang Kulup karena tidak sunat. Cerita itu dimulai dari cerita asal mula padi berasal dari setangkai padi milik Jubata di Gunung Bawang yang dicuri seekor burung pipit dan padi itu jatuh ke tangan Ne Jaek (Nenek Jaek) yang sedang mengayau. Kepulangannya yang hanya membawa setangkai buah rumput (padi) milik Jubata, dan bukan kepala yang dia bawa menyebabkan ia diejek. Dan keinginannya untuk membudidayakan padi yang setangkai itu menyebabkan pertentangan di antara mereka sehingga ia diusir. Dalam pengembaraannya ia bertemu dengan Jubata. Hasil perkawinannya dengan Jubata adalah Ne Baruankng Kulup. Ne Baruankng Kulup inilah yang akhirnya membawa padi kepada “talino” (manusia), lantaran dia senang turun ke dunia manusia untuk bermain “Gasing”. Perbuatannya ini juga menyebabkan ia diusir dari Gunung Bawang dan akhirnya kawin dengan manusia. Ne Baruankng Kulup lah yang memperkenalkan padi atau beras untuk menjadi makanan sumber kehidupan manusia, sebagai penganti “kulat” (jamur, makanan manusia sebelum mengenal padi), bagi manusia.


Namun untuk memperoleh padi terjadi tragedi pengusiran di lingkungan manusia dan jubata yang menunjukan kebaikan hati Jubata bagimanusia.Makna Upacara Adat Naik Dango bagi masyarakat Suku Dayak Kendayan antara lain , yaitu pertama: sebagai rasa ungkapan syukur atas karunia Jubata kepada manusia karena telah memberikan padi sebagai makanan manusia, kedua: sebagai permohonan doa restu kepada Jubata untuk menggunakan padi yang telah disimpan di dango padi, agar padi yang digunakan benar-benar menjadi berkat bagi manusia dan tidak cepat habis, ketiga: sebagai pertanda penutupan tahun berladang, dan keempat: sebagai sarana untuk bersilahturahmi untuk mempererat hubungan persaudaraan atau solidaritas.Dalam kemasan modern, upacara Adat naik Dango ini dimeriahi oleh berbagai bentuk acara adat, kesenian tradisional, dan pameran berbagai bentuk kerajinan tradisional. Hal ini menyebabkan Naik Dango lebih menonjol sebagai pesta dari pada upacara ritual. Namun dilihat dari tradisi akarnya, ia tetap sebuah upacara adat.

Tujuan Upacara Adat Naik Dango adalah mengadakan pesta selamatan atas karunia yang diberikan oleh Jubata. Upacara Adat Naik Dango merupakan ungkapan syukur atas keamanan, kesehatan dan hasil panen padi yang melimpah, selain berusaha mencari terobosan baru sebagai usaha meningkatkan hasil pertanian pangan.

Berbagai tahapan dalam Upacara Adat Naik Dango, yaitu pertama: sebelum hari pelaksanaan (hari H) terlebih dahulu diadakan pelantunan mantra (nyangahathn), yang disebut “Matik”. Tujuannya ialah memberitahukan dan memohon restu kepada Jubata bahwa besok akan diadakan pesta Adat. Kedua: pada hari H, dilaksanakan tiga kali nyangahathn, pertama nyangahathn di “Sami” (ruang tamu), yaitu memanggil jiwa atau semangat padi yang belum kembali agar datang atau pulang kembali ke rumah adat. Kedua nyangahathn di “Baluh atau Langko” (di lumbung padi) tujuannya yaitu untuk mengumpulkan semangat padi di tempatnya yaitu di lumbung padi. Ketiga nyangahathn di pandarengan (sejenis tempanya tempat menyimpan beras) tujuannya yaitu berdoa untuk memberkati beras agar dapat bertahan dan tidak cepat habis.

Nyangahathn juga dapat disebut sebagai tata cara utama ekspresi religi suku Dayak. Nyangahathn menjadi bagian pokok dalam setiap bentuk upacara, dengan urutan tahapan yang baku, kecuali bahan, jumblah roh-roh, para Jubata yang diundang. Dari segi tahapan nyangahathn terbagi menjadi empat tahapan yakni Matik, Ngalantekatn, Mibis, dan Ngadap Buis.
1. Matik.
Matik bertujuan untuk memberitahukan hajat keluarga kepada “awa pama” (roh leluhur), yaitu mengundang mereka yang sudah meninggal di mana arwah mereka masih bergentayangan di sekitar pemukiman mereka, agar mereka datang untuk menyaksikan Adat Naik Dango.
2. Ngalantekatn
Ngalantekatn bertujuan untuk memohon agar semua anggota keluarga yang terlibat dalam Upacara Adat Naik Dango ini selamat dan tidak terjadi malapetaka yang menimpa mereka. Karena biasanya upacara Adat ini memakan koraban jiwa (tumbal).
3. Mibis
Mibis bertujuan agar segala dosa atau kotoran dilunturkan, dilarutkan, dan diterbangkan dari keluarga dan dikuburkan sebagaimana matahari terbenam kearah barat. Atau sejauh timur dari barat demikian jubata akan membuang dosa-dosa mereka.
4. Ngadap Buis
Ngadap Buis adalah tahapan penerimaan sesajian dari manusia kepada awa pama dan jubata, dengan tujuan ungkapan syukur dan memperoleh berkat atau pengudusan terhadap segala hal yang kurang berkenan, termasuk pemanggilan jiwa orang mati agar tenang dan tentram.
Dilihat dari kodisi bahan yang digunakan, tahap pertama sampai ketiga disebut “ Nyangahathn Manta” yakni nyangahathn dengan bahan-bahan yang belum masak(mentah), sedangkan ngadap buis disebut “Nyangahathn Masak” yakni nyangahathn dengan bahan-bahan yang sudah masak. Sebenarnya ada nyangahathn dalam bentuk sederhana, yakni doa pendek dengan sesajian sederhana: nasi, garam dan sirih yang sudah masak (kapur, sirih, gambir, tembakau, dan rokok dari daun nipah) nyangahathn sederhana ini disebut “ Babamang”.

1 Nyangahathn adalah pembacaan doa atau mantra kepada Jubata untuk keselamatan selama proses Upacara Adat Naik Dango.2 Surat Kabar Harian Akcaya: 29 April 2007.3 Ivo Herman, Gawai Dayak dan Fanatisme Rumah Panjang Sebagai Penelusuran Identitas, Pontianak:UNTAN (2001). Hlm. 292.4 Surat Kabar Harian , Akcaya. Pontianak, 29 April 1994.5 Ivo Herman, Gawai Dayak dan Fanatisme Rumah Panjang Sebagai Penelusuran Identitas, Pontianak: UNTAN (2001). Hlm. 293.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar