Sedikitnya
sepuluh macam budaya masyarakat adat Dayak Meratus, khususnya di
wilayah Balai Gadang dan Balai Limbur di Kecamatan Hampang, Kabupaten
Kota Baru, Kalimantan Selatan, terancam hilang dan punah.Menurut
Wakil Koordinator Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalsel
Juliade saat ditemui di Paringin, Ibu Kota Balangan, Senin, hal tersebut
diketahui berdasarkan hasil inventarisasi yang telah mereka lakukan.
"kami telah melakukan inventariasasi keanekaragaman hayati dan kaitannya dengan kehidupan masyarakat adat Dayak Meratus di kedua Balai tersebut dan diketahui sedikitnya sepuluh macam kebudayaan mereka terancam punah," ujarnya.Kegiatan inventarisasi dilakukan oleh AMAN Kalsel bekerja sama dengan Yayasan Kehati Jakarta guna mengetahui kehidupan masyarakat adat Dayak Meratus di kedua balai tersebut pada sepuluh tahun yang lalu dan sekarang.
Hasil inventarisasi itu, ujarnya, dituangkan dalam bentuk buku yang saat ini masih dalam proses pengerjaan, memuat Tabel Biodiversity tentang berbagai aspek kehidupan masyarakat adat Dayak Meratus di Balai Gadang dan Balai Limbur. Tabel Biodiversity memuat tentang Makanan Karbohidrat yang terdiri dari buah-buahan, sayuran dan hewan buruan sebagai bahan makanan, budaya, pengembangan ekonomi, energi, tumbuhan obat, bahan rumah tangga, lingkungan dan sandang atau pakaian," katanya.
Semua aspek kehidupan yang termuat dalam Tabel Biodiversity itu disajikan dengan perbandingan antara sepuluh tahun yang lalu dengan keadaan sekarang.Berdasarkan hasil inventarisasi itulah, beberapa kebudayaan berupa permainan tradisional Dayak Meratus seperti balogo, babintih dan gasing kini sudah tidak dimainkan lagi. Selain itu, kesenian tradisional Dayak Meratus seperti tampihikan, kuriding, radab, gunggut, baandi-andi, batutur dan serunai juga tidak dimainkan lagi.
"Minat generasi muda Dayak Meratus terhadap kebudayaan itu sudah sangat kurang. Permainan dan seni itu hanya diketahui oleh kaum tua saja sehingga keberadaannya kini terancam punah," tambahnya. Kurangnya minat generasi muda Dayak Meratus dalam mempelajari dan melestarikan budaya setempat, dipandang sebagai akibat negatif dari tekhnologi. Perkembangan tekhnologi membuat generasi muda Dayak Meratus memandang budaya tradisional sebagai sesuatu yang kuno sehingga mereka enggan untuk melestarikannya.
Kondisi tersebut katanya, bila tidak segera diatasi akan semakin membuat budaya tradisional Dayak Meratus hilang dan mengalami kepunahan. Perlu adanya pemahaman, penguatan dan perubahan pola pikir di kalangan generasi muda Dayak Meratus tentang arti pentingnya menjaga dan melestarikan kebudayaan mereka," katanya.Penting untuk ditanamkan bahwa bila mereka menginginkan pengakuan dan dihormati maka harus dimulai dari diri mereka sendiri agar bisa mengakui dan menghormati adat istiadat serta budaya yang dimiliki.
Untuk itu perlu adanya kepedulian dan keterlibatan semua pihak, seperti para tetuha adat, pihak swasta seperti LSM dan lembaga adat serta pemerintah melalui pendidikan di sekolah, demikian Juliade.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar